SORONG, Monitorpapua.com – Mahasiswa dari Universitas Nani Bili Nusantara (UNBN) Kabupaten Sorong Merry Bakarbessy, sedang melakukan penelitian tentang alat musik suling tambur di Kabupaten Raja Ampat. Pasalnya alat musik ini tak terdengar lagi ketika virus corona atau covid 19 menyebar di seluruh dunia termasuk Papua Indonesia. Pada hal musik suling tambur ini sudah menggema di dunia.
Merry Bakarbesy mahasiswi semester akhir di UNBN untuk menyampaikan sekilas informasi tentang hasil penelitiannya kepada Redaksi www.monitorpapua.com meskipun belum selesai mengadakan penelitan dan penulisan tentang alat musik suling tambur karena terhalang pandemi covid 19.
Merry Bakarbessy, mahasiswi semester akhir di UNBN menjelaskan banyak hal yang ingin ditulisnya namun terhalang, “Saat ini saya sedang memanaskan atau melestarikan alat musik Suling Tambur milik Kakek yang sering digunakan dalam acara adat dan festival di Kabupaten Raja Ampat,” jelasnya.
“Sejumlah alat musik Suling Tambur saya bawa dari Kabupaten Raja Ampat ke Kabupaten Sorong untuk dirawat dan dilestarikan milik Kakek. Jika tidak segera dipanaskan maka alat musik tradisional ini rusak dan hancur,” kata Merry Bakarbessy.
Menurut mahasiswi PGSD UNBN semester akhir itu, Suling dan Tambur haruslah dilestarikan karena menjadi alat musik tradisional masyarakat adat Raja Ampat, dimainkan sewaktu ada acara adat dan acara gerejawi bahkan penjemputan tamu dan festival di Raja Ampat.
“Tambur itu alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul sedangkan suling dimainkan dengan ditiup, pemain tambur mengikat tambur di badan dengan menggunakan tali disertai tarian suling tambur diimaknai dengan arti kebersamaan membuat penonton ikut bergoyang,” jelas Merry.
Merry Bakarbessy bukan saja berdarah Maluku tetapi juga berdarah Papua Raja Ampat karena Kakeknya dari Kabupaten Raja Ampat membuatnya tertarik melestarikan budaya Raja Ampat dengan alat musik. Menurutnya, sebagian besar keluarganya di Kabupaten Raja Ampat memiliki alat musik tradisional. Mereka memainkan musik suling tambur bersama keluarga sebab perpaduan suling dan tambur sebagai alat musik utama tentu dalam permainan musik berkelompok.
“Setelah memanaskan alat musik, kami memainkannya bersama sejumlah anak muda. Mereka memukul dan meniup seruling sembari bergoyang badan di siang hari. Alat musik ini terbuat dari kayu linggua. Kayu sangat kuat walaupun tipis, tetapi bisa tahan lama kulitnya boleh hancur tetapi kayunya tahan lama,” terang Merry dalam tulisannya kepada Redaksi.
Merry memiliki prestasi terbaik di Universitas Nani Bili mengajak kaum muda untuk terus melestarikan budaya Papua dengan menjaga musik Suling Tambur sebagai kekayaan anak Papua yang sering dimainkan dalam Festival Budaya Papua di Raja Ampat.
“Pemerintah Kabupaten Raja Ampat pernah sukses menggelar Festival Suling Tambur di kampung Kabare Distrik Waigeo Utara, Kabupaten Raja Ampat pada 18—20 September 2018, pernah mengadakan festival untuk lestarikan budaya lokal dan mengadakan lomba musik Suling Tambur. Festival itu bertujuan mengenalkan budaya leluhur Raja Ampat kepada dunia,” jelas Mahasiswi UNBN itu.
Akhir tulisan, Merry Mahasiswi yang berprestasi itu mengatakan Raja Ampat tidak saja memiliki kekayaan Sumber Daya Alam seperti kekayaan bawah laut dan panorama alam tetapi juga memiliki kekayaan budaya yang melekat erat dalam diri masyarakat Raja Ampat. Setiap kampung di Raja Ampat biasanya memiliki grup suling tambur. Tentu mereka juga memiliki perlengkapan musik suling dan tambur. “Mari lestarikan Suling Tambur Kabupaten Raja Ampat,” ajaknya. (Merry Bakarbessy/Ren/IWO)