Monitorpapua.com – Seberapa tangguhkah iman kita? Setiap hari harus bergumul dalam hidup. Setiap orang, pasti pernah mengucapkan janji. Entah janji perkawinan, janji prasetia, janji pada pacarnya atau janji kepada orangtua.
Janji adalah kata yang mudah diucapkan, namun sulit dilaksanakan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak orang berjanji namun gagal menepatinya. Suami berjanji setia seumur hidup kepada isterinya, pegawai berjanji setia melaksanakan tugasnya menyelesaikan SKP, anak sekolah berjanji tekun belajar dan berdoa. Semua berlebel ‘janji’.
Pertanyaannya, apakah janji yang diucapkan itu bisa terlaksana? Atau hanya ucapan saja. Bahkan, manusia selalu berjanji kepada Tuhan untuk menyembah-Nya sesuai agama dan kepercayaan masing-masing namun sulit dilaksanakan. Misalnya, setiap hari Minggu, umat Kristen pergi ke Gereja merayakan Misa Kudus atau Ibadah. Namun tidak semua orang menepati janjinya untuk beribadah. Mereka menunggu waktu ‘Napas’ = Natal dan Paskah saja barulah masuk Gereja. Janji tinggal janji, tak terlaksana.
Janji setia sangat sulit ditepati jika berhadapan dengan kesulitan, tantangan dan penderitaan.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Kisah Para Rasul (5: 27b-32) menunjukkan kesetiaan mereka bukan dalam hal yang mudah, namun dalam hal yang sangat sulit, pada hal mereka diperhadapkan dengan orang-orang Yahudi. Namun mereka terus bersuka cita karena telah menderita bagi Kristus.
Itulah kesetiaan sejati para Rasul. Mereka menunjukkan dan mewujudkan kesetiaan menghadapi tantangan dan derita. Apapun resiko dan akibatnya, mereka tetap memiliki prinsip mengikuti Yesus Kristus, setia menepati janji mewartakan Injil kepada semua bangsa tanpa merasa takut dan cemas.
Beda dengan Petrus, tatkala ia berhadapan dengan ketakutan dan dikenal sebagai seorang murid, ia menjadi takut jangan sampai disiksa seperti yang dialami Sang Guru Yesus Kristus di Kayu Salib.
Maka apa yang terjadi? Ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Itulah kegagalannya untuk setia.
Sungguh, kesetiaan Yesus jauh lebih tinggi. Ia sangat mengasihi manusia dan memilih para rasul untuk menjadi Pewarta Sejati.
Ia mengasihi mereka sampai selamanya, meskipun Yesus disangkal sebanyak 3 kali, Yesus tidak menanggapinya dengan penolakan, Yesus tetap mencintai para Rasul.
Bahkan Petrus yang menyangkal Yesus pun, Ia tetap setia mencintai mereka. Yesus bertanya sampai ketiga kalinya kepada Petrus, apakah engkau mencintai Aku?! Yesus tidak menolaknya tetapi menerimanya kembali.
Petrus akhirnya belajar apa artinya setia dari kegagalan.
Mulai saat itu, Petrus mengasihi Yesus sehabis-habisnya dengan kesetiaan tanpa batas, sampai ia berani mati demi Yesus di kota Roma atas cara tersalib dengan kepalanya di bawah.
Kesetiaan membuat kita luhur di hadapan Allah dan sesama. Sekali bernjanji setia hendaknya kita setia selamanya. Ingatlah, nilai kesetiaan itu lebih tinggi pada saat kita setia dalam keadaan apapun, baik mudah maupun sulit.
Tunjukkanlah kesetiaan kita dalam segala hal, dalam sukacita atau kepedihan, dalam kemudahan maupun tantangan, dalam kesuksesan maupun kegagalan.
Sekali setia, setialah selamanya. Kesetiaan yang kecil sekalipun membawa berkat berlimpah ruah.
Hidup manusia perlu diuji dengan pelbagai tantangan. Hal ini merupakan sebuah realita yang tidak dapat kita hindari.
Begitu juga dengan iman. Orang yang memusatkan diri kepada Allah tetap teguh pada iman kepercayaannya, sebab jalan yang benar tidak selalu menyenangkan.
Doaku, Tambahkanlah iman kami Ya Tuhan, dan jadikanlah kami setia kepada-Mu. Amin.
(Penyuluh Agama Katolik: Laurent Reresi)