Cinta Sejati, Syarat Menjadi Pemimpin yang Baik

18

SORONG, Monitorpapua.com – Sekolompok kaum muda duduk di pinggir pantai, sembari membicarakan ‘cinta sejati’ di kalangan mereka. Canda tawa membuat kaum muda itu tersenyum membicarakan siapa di antara mereka sedang jatuh cinta. Sesekali mereka saling memandang satu sama lain. Tatkala di antara kaum muda itu, menceritakan pengalaman jatuh cinta pertama kali. Namun, satu di antara sekelompok kaum muda itu bertanya, siapa yang menjadi figure bagi kita agar hidup kita tidak terombang-ambing oleh cinta buta?

Pertanyaan ini ditujukan kepada Penyuluh Agama Katolik, Laurentius Reresi, ketika membina kelompok binaan dewasa. Bagaimana bisa menjawab pertanyaan di atas bila tidak memiliki argument yang kuat? Tentu tidak, jawaban yang sangat sederhana adalah Cinta sejati ditemukan kelompok binaan dalam diri Sang Guru. Guru yang pernah membasuh kaki murid-murid dan melayani mereka dengan penuh cinta. Ini satu sikap kerendahan hati yang dilakukan Yesus. Nilai kerendahan hati yang ditunjukkan Yesus merupakan dasar dari kehidupan spiritual seorang pengikut Yesus. Tanpa kerendahan hati, tidak mungkin seseorang bertumbuh secara spiritual dan tidak mungkin seseorang dapat mencintai dengan tulus hati.

“Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh 13:12-15).

Yesus menunjukan cinta sejati dengan sikap kerendahan hati, membasuh kaki murid-muridNya. Jelas sekali tindakan yang dilakukan Yesus. Tanpa kerendahan hati, seseorang tidak dapat mengasihi Tuhan dan sesama. Kerendahan hati artinya memahami diri sendiri di hadapan Tuhan bukan karena hebat melainkan sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang mulia. Dan Tuhan adalah Pencipta segalanya maka manusia harus menyadari diri bahwa tanpa Tuhan manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh sebab itu, dengan bersikap rendah hati maka Allah bekerja dalam dirinya untuk membantu orang lain mengatasi segala kesulitan hidupnya.

Ada yang mempertanyakan bagaimana dengan kerendahan hati seseorang dapat melakukan hal-hal besar. Kerendahan hati yang sejati justru menyadari kuasa Tuhan yang begitu besar. Dengan bersandar pada kekuatan Tuhan, kita dapat melakukan hal-hal besar. Para kudus telah membuktikan hal ini sepanjang sejarah Gereja. Bunda Teresa dari Kalkuta, seorang suster dari Albania, yang bekerja di India sebagai seorang guru, dapat menjadi pendiri ordo Cinta Kasih, karena mengikuti panggilan Allah dan senantiasa bersandar pada rencana Allah.

Kitab Amsal mengatakan “Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.” (Ams 18:12) Ada banyak pemimpin yang bersikap tinggi hati, karena ingin mendapatkan kehormatan dari bawahannya. Namun kitab Amsal justru mengatakan bahwa tinggi hati dapat membawa kehancuran. Dan kerendahan hati justru membawa kehormatan. Kita dapat belajar kerendahan hati dari Yesus, yang telah merendahkan diri-Nya untuk menjadi manusia dan memberikan Diri-Nya untuk mati di kayu salib (lih. Fil 2:8), sehingga mendatangkan keselamatan bagi seluruh umat manusia.

Ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.  Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm 5:4-5)

Ada begitu banyak pemimpin yang terlihat baik dan cakap dalam komunitas-komunitas Namun, kecakapan ini mengalami ujian dalam kondisi-kondisi yang sulit, seperti: anggota komunitas yang berkurang, perpecahan di dalam komunitas, ketidakpuasan  kepemimpinan dan juga arah dari komunitas. Dalam kondisi seperti ini, maka diperlukan ketekunan untuk setia terhadap panggilan hidup. Kita dapat belajar dari rasul Paulus, yang terus setia dalam panggilannya, walaupun mengalami hukuman cambuk, dipenjara, diasingkan, beberapa kali akan terbunuh, sampai akhirnya dia dibunuh di Roma. Inilah sebabnya Rasul Paulus mengatakan “Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!” (1Kor 9:24). Rasul Paulus menekankan bahwa kita harus bertekun, sehingga kita dapat sampai pada tempat tujuan. (Laurent Reresi)

 

- Iklan Berita 2 -

Berikan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini