SORONG, Monitorpapua.com – “Menjaga Keutuhan Negara Tidak Relevan Bagi Pemuda Papua”. Judul ini saya pilih sebagai tanggapan saya atas judul berita yang ditulis salah satu media dengan judul “Bertemu Kapolri Pemuda Adat Papua Berkomitmen Siap Menjadi Mitra Polri Dalam Menjaga Keutuhan NKRI”.
Saya Pastor Izaak Bame, Pastor Gereja Katolik Keuskupan Manokwari-Sorong Papua Barat setelah membaca berita itu muncul pertanyan dalam hati saya, benarkah ini pendapat seluruh Pemuda Papua atau hanya pendapat dari lima orang yang bertemu “Kapolri” ? Mengapa judul yang saya tulis ini, sepertinya aneh karena ada berapa alasan.
Pertama, Sejak kapan Pemuda Papua, terlibat dan membahas tentang “Bangsa Indonesia” dari Sejarah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tidak ada perwakilan dari Pemuda Papua pada upacara yang merupakan Ikrar bersama para Pemuda dari Sumatra sampai Ambon.
Bahwa mereka Pemuda Indonesia mempunyai SATU BANGSA, SATU BAHASA SATU TANAH AIR. Peristiwa 28 Oktober 1928 itulah yang menjadi komitmen kuat sehingga Bangsa Indonesia sampai puncak Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Bagaimana mungkin pemuda Papua sibuk menjaga hal yang dia sendiri tidak tahu prosesnya hanya dengar cerita lewat buku sejak 1 Mei 1963. Saya harap bahwa setiap Pemuda Papua yang membaca berita dari pertemuan Pemuda Adat Papua dengan KAPOLRI perlu miliki sikap kritis terhadap berita tersebut.
Kedua, Papua itu ada tujuh (7) wilayah ADAT kenapa bisa diwakili hanya lima orang dan lima orang itu pun sepertinya tidak dipilih oleh perwakilan Pemuda dari tujuh (7) wilayah adat. Oleh karena itu kepada KAPOLRI yang saya hormati mohon jangan cepat percaya kata-kata dari lima (5) orang ini. Karena sakitnya Pemuda Intan Jaya, Nduga, Pegunungan Bintang, Puncak, Maybrat tidak dirasakan oleh lima (5) orang yang datang bertemu Kapolri.
Kapolri sebagai pimpinan tertinggi bagi jajaran Kepolisian yang menurut saya belum profesional menangani persoalan di Papua secara bijak perlu memberikan pembinan lebih memadai kepada anggotanya supaya bertugas dengan mengedepan nilai kemanusiaan bukan menciptakan permusuhan antara Polisi dan Pemuda Papua.
Ketiga, Dari lima Orang yang mengangkat diri sebagai Pemuda Adat Papua tidak punya rekam jejak yang teruji untuk menghadapi persoalan yang sedang terjadi di Papua tetapi justru mereka berlima sebenarnya berlindung kepada Polisi maka yang akan terjadi adalah menciptakan permusuhan makin mendalam antara pemuda Papua dan Polisi.
Keempat, Dari tiga pernyataan yang saudara berlima sampaikan pun bagi saya bukan untuk menyelesaikan masalah tapi justru membuat permusuhan antara pemuda dan polisi juga mereka berlima. Karena persoalan yang terjadi di Papua bukan soal satu orang tetapi seluruh rakyat Papua yang sudah muak terhadap kehadiran Bangsa Indonesia di atas tanah Papua sejak 1 Mei 1963,
Saudara berlima hanya berfantasi saja. Sekali lagi kepada Kapolri yang saya hormati baiknya minta saudara berlima yang telah mengangkat diri sebagai Pemuda Adat Papua pulang berdiskusi dengan Victor Yeimo, Buhtar Tabuni, Arnold Kocu dan lainnya yang punya masa pendukung lebih banyak untuk menentang Kebijakan Negara yang menurut kaca mata mereka tidak sesuai hati rakyat asli Papua dan bukan datang membohong kepada Kapolri atas apa yang mereka tidak akan buat di tanah Papua.
Kelima, Kapolri, kalau mau Papua aman maka buka dialog yang bermartabat sebagaimana sudah diusulkan banyak pihak. Setelah dialog dilakukan dan memastikan sikap rakyat asli Papua baru mau membentuk kelompok apa saja silahkan termasuk Pemuda Adat Papua yang sekarang diangkat sendiri oleh saudara berlima.
Saya hanya mau sampaikan kepada Pak Kapolri, saya dan saudara-saudara saya Rakyat Asli Papua tidak bisa ditipu lagi yang kedua kali, biarlah Ir. Soekarno dan antek-anteknya telah menipu Elieser Bunoe, Frans Kaisepo, Kawab, Isak Hindom dan kawan-kawan.
Sekarang saya dan saudara-saudara saya Rakyat Asli Papua sudah tahu hati-pikiran Bapak Kapolri yang tidak mencintai Rakyat Asli Papua, biar bentuk kelompok apa pun adalah sebuah taktik untuk memaksakan saya dan Rakyat Asli Papua untuk mengikuti kehendak Kapolri demi keutuhan NKRI .
Sekali lagi Pak Kapolri sebenarnya Rakyat Asli Papua menjaga keutuhan NKRI tapi yang membuat Rakyat Asli Papua mulai sikap antipati kepada NKRI adalah anak buah Pak Kapolri yang kerjanya kurang profesional.
“Saya perhatikan setiap persoalan yang terjadi dalam hidup Rakyat Asli Papua tidak ada proses hukum yang memadai untuk memberi rasa adil kepada Rakyat Asli Papua,” ujar Izaak Bame.
Jadi sekali lagi Pak Kapolri silahkan mau percaya mereka berlima silahkan saya hanya menyampaikan pendapat saya mewakili Rakyat Asli Papua yang tidak bisa bersuara. Saya jamin Pak Kapolru pensiun dan ganti Kapolri baru masalah Papua tidak selesai.
Karena pemerintah Indonesia sejak awal datang ke Papua, 1 MEI 1963 bukan untuk membawa saudara-saudari mengenal dan mencintai Indonesia sebagai bangsa merdeka dan berdaulat serta bermartabat.
Namun merebut pertamina Sorong, Freeport Tembagapura, LG Tangguh Babo, Kelapa Sawit Prafi Manokwari, Arso, Kerom, Sorong, memindahkan manusia dari Aceh-Maluku untuk hidup mencari hidup di atas Tanah Papua. Demikian tulisan saya semoga ada yang bisa baca dengan hati bukan dengan otak semata. (*/IB)