Dosen PGSD FKIP Unmus Gelar Pengabdian Kepada Masyarakat di Sekolah Perbatasan Papua Selatan

135
Guru sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik dituntut inovatif dan kreatif agar pembelajaran dapat berlangsung secara efisien dan efektif.
Guru sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik dituntut inovatif dan kreatif agar pembelajaran dapat berlangsung secara efisien dan efektif.
- Iklan Berita 1 -

Pembelajaran Inovatif, Kreatif dan Kontekstual di Perbatasan Papua Selatan

*Penulis: Ni Nyoman Rediani, Herrio Tekdi Nainggolan dan Bernadetha Rizki Kaize

PAPUA SELATAN, Monitorpapua.com.-Anak-anak Papua Selatan yang berada di perbatasan Indonesia paling timur membutuhkan pembelajaran yang inovatif, kreatif dan mengakomodir nilai-nilai kearifan lokal dari kultur masyarakatnya. Peningkatan kualitas pendidikan di daerah perbatasan Papua Selatan membutuhkan inovasi dan kreatifitas guru, sebagai roda penggerak pendidikan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 20 huruf (a) dan (b): Guru dituntut untuk merencanakan, melaksanakan pembelajaran yang bermutu, serta meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensinya secara berkelanjutan. Dapat dipahami hal ini menekankan bahwa guru memang harus inovatif dan kreatif dalam menjalankan profesinya.

Lebih lanjut, studi yang dilakukan oleh Chris Brown, Robert White dan Anthony Kelly dalam jurnal “Evidence & Policy: A Journal of Research, Debate and Practice (Emerald Publishing) yang terbit pada tahun 2023, dengan judul Teachers as educational change agents: what do we currently know? Findings from a systematic review, menegaskan bahwa guru adalah change agent sebagai pelaksana perubahan. Maka, untuk mewujudkan itu, guru harus memiliki karakter kemauan terhadap perubahan, keyakinan/values (attitude), serta kemampuan penguasaan konten dan pedagogi, pengalaman mengajar, kemampuan kolaborasi, serta pertumbuhan profesional (growth mindset).

Urgensi dan sentralitas guru sebagai roda penggerak pendidikan, membutuhkan pelatihan dan pengalaman dalam proses menjadi change agents. Maka pada bulan September-Oktober 2025, dilaksanakanlah Pengabdian Kepada Masyarakat oleh Tim Pemenang dana BIMA 2025. Tim ini diketuai oleh Ni Nyoman Rediani dan beranggotakan Herrio Tekdi Nainggolan dan Bernadetha Rizki Kaize. Tim adalah dosen Universitas Musamus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.  Pengabdian dilaksanakan di SD YPPK St. Fransiskus Xaverius Yanggandur. Sesuai latar belakang masalah yang menekankan pada perlunya inovasi, kreativitasi serta kontekstualisasi pembelajaran bagi anak-anak yang bersekolah di perbatasan Papua Selatan, Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertajuk “Project Based Learning Berbasis Kearifan Lokal Suku Malind: Inovasi Pembelajaran Untuk Mewujudkan Future Learning di Sekolah Perbatasan Papua Selatan”.

Mengangkat Kearifan Lokal dalam Pembelajaran

Ketua Pengabdian Ni Nyoman Rediani, S.Pd., M.Pd.
Ketua Pengabdian Ni Nyoman Rediani, S.Pd., M.Pd.

Ketua tim pengabdian, Ni Nyoman Rediani, menjelaskan bahwa pendekatan Project Based Learning (PjBL) berbasis kearifan lokal dipilih agar siswa dapat belajar dengan lebih bermakna. “Kami ingin anak-anak tidak hanya menguasai pengetahuan umum, tetapi juga mampu memaknai budaya Malind sebagai bagian dari proses belajar mereka,” ungkapnya.

Melalui kegiatan ini, siswa diajak untuk mengeksplorasi kehidupan sehari-hari, tradisi, serta lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Proyek-proyek yang dikembangkan melibatkan tema-tema lokal, sehingga pembelajaran terasa lebih dekat dan relevan dengan kehidupan anak-anak di perbatasan.

Mewujudkan Future Learning di Sekolah Perbatasan

Pengabdian dilaksanakan di SD YPPK St. Fransiskus Xaverius Yanggandur.
Pengabdian dilaksanakan di SD YPPK St. Fransiskus Xaverius Yanggandur.

Selain memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para guru, tim dosen FKIP Unmus juga berfokus pada peningkatan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, serta komunikasi siswa. Hal ini diharapkan dapat menjadi fondasi bagi terwujudnya konsep Future Learning, yakni pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan masa depan dengan tetap berpijak pada nilai-nilai budaya lokal. Mewujudkan Future Learning di sekolah-sekolah perbatasan Papua Selatan menjadi cita-cita besar yang terus diperjuangkan. Future Learning bukan sekadar menghadirkan teknologi atau metode baru, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyiapkan anak-anak untuk menghadapi tantangan masa depan dengan tetap berpijak pada jati diri dan budaya Malind.

Selatan menjadi cita-cita besar yang terus diperjuangkan. Future Learning bukan sekadar menghadirkan teknologi atau metode baru, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyiapkan anak-anak untuk menghadapi tantangan masa depan dengan tetap berpijak pada jati diri dan budaya Malind.

Di wilayah perbatasan, keterbatasan fasilitas kerap menjadi tantangan. Namun, dengan pendekatan inovatif seperti Project Based Learning (PjBL) berbasis kearifan lokal Suku Malind, sekolah-sekolah dapat menghadirkan pengalaman belajar yang kreatif, relevan, dan bermakna. Anak-anak tidak hanya mempelajari pengetahuan umum, tetapi juga mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas, yang semuanya berakar pada lingkungan dan budaya mereka sendiri.

Antusiasme Guru

Anak-anak tidak hanya mempelajari pengetahuan umum, tetapi juga mengembangkan keterampilan abad ke-21
Anak-anak tidak hanya mempelajari pengetahuan umum, tetapi juga mengembangkan keterampilan abad ke-21

Kegiatan ini disambut antusias guru SD YPPK St. Fransiskus Yanggandur. Guru-guru merasa terbantu dengan hadirnya pelatihan strategi pembelajaran yang lebih variatif, serta termotivasi karena materi yang dipelajari dekat dengan pengalaman anak-anak dalam keseharian mereka. Para guru di SD YPPK St. Fransiskus Yanggandur menyambut dengan penuh antusias kehadiran tim dosen FKIP Universitas Musamus dalam kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat. Mereka menilai pengabdian ini memberikan pengalaman baru sekaligus membuka wawasan dalam mengembangkan pembelajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan konteks kehidupan anak-anak di perbatasan Papua Selatan.

Menurut salah satu guru, pendekatan Project Based Learning berbasis kearifan lokal Suku Malind sangat membantu mereka menemukan cara mengintegrasikan budaya dan lingkungan sekitar ke dalam materi pelajaran. “Selama ini kami sering kesulitan mencari metode yang membuat anak-anak lebih tertarik. Dengan proyek yang melibatkan budaya Malind, siswa terlihat lebih semangat dan merasa bahwa belajar itu dekat dengan kehidupan mereka,” ungkapnya dengan penuh semangat.

Guru-guru juga mengapresiasi pendampingan yang diberikan oleh para dosen. Mereka merasa tidak hanya dibekali teori, tetapi juga praktik nyata yang bisa langsung diterapkan di kelas. Suasana pembelajaran menjadi lebih hidup, kreatif, dan kolaboratif. “Kami merasa didukung, diberdayakan, dan termotivasi untuk terus berinovasi,” tambah seorang guru lainnya.

Antusiasme ini terlihat dari keterlibatan aktif para guru dalam setiap sesi, baik saat diskusi, pelatihan, maupun implementasi proyek di kelas. Mereka berkomitmen untuk menjadikan hasil pengabdian ini sebagai pijakan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, sehingga anak-anak di perbatasan dapat merasakan pengalaman belajar yang tidak kalah dengan sekolah di wilayah lain.

Komitmen Unmus untuk Daerah Perbatasan

pendekatan Project Based Learning berbasis kearifan lokal Suku Malind
pendekatan Project Based Learning berbasis kearifan lokal Suku Malind

Melalui kegiatan PkM ini, Universitas Musamus menegaskan komitmennya untuk terus hadir dan berkontribusi bagi masyarakat Papua Selatan, khususnya di wilayah perbatasan. Diharapkan, inovasi yang dilakukan dapat menjadi model pembelajaran yang bisa direplikasi di sekolah-sekolah lain di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal). Komitmen ini tampak jelas dalam berbagai program pengabdian, salah satunya bertajuk “Project Based Learning Berbasis Kearifan Lokal Suku Malind: Inovasi Pembelajaran Untuk Mewujudkan Future Learning di Sekolah Perbatasan Papua Selatan”. Melalui program ini, Unmus berusaha menghubungkan dunia akademik dengan realitas pendidikan di lapangan, khususnya di kawasan perbatasan yang kerap menghadapi keterbatasan sumber daya.

Dengan semangat kolaborasi, Unmus ingin menjadi motor penggerak transformasi pendidikan di Papua Selatan. Harapannya, kehadiran dosen di tengah masyarakat bukan hanya memberi manfaat jangka pendek, tetapi juga menanamkan budaya belajar, inovasi, serta pemberdayaan yang berkelanjutan. Inilah wujud nyata komitmen Unmus untuk membangun masa depan Papua Selatan melalui pendidikan. (*)

Berikan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini