Mahasiswa Peduli Demokrasi Tolak Kampanye Golput

94
- Iklan Berita 1 -

KOTA SORONG, Monitorpapua.com –  Sejumlah orang muda dari kalangan mahasiswa yang menamakan diri Solidaritas Peduli Demokrasi menolak dengan tegas tindakan kampanye dari sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab yang ingin mencederai demokrasi di NKRI saat Pemilu 17 April 2019.

Aksi mahasiswa solidaritas peduli demokrasi menolak kampanye golput beralasan karena istilah golongan putih (golput) belakangan muncul lagi menjelang perhelatan Pemilu 2019.

Penggunaan istilah tersebut secara umum dikaitkan dengan angka partisipasi atau penggunaan hak pilih dalam pemilu yang bisa menghambat proses demokrasi di NKRI.

Koordinator Aksi Mahasiswa Apriyanto A Rasyid mengatakan secara sederhana, semua hak pilih yang tak terpakai selama ini disebut sama rata sebagai golput. Setiap kali pemilu digelar, golput selalu ada. Karena, angka partisipasi pemilu juga tidak pernah 100 persen.

Pada hal, kata Apriyanto seluruh rakyat yang telah berumur 17 tahun berhak memilih bukan Golput. Maka rakyat di kota Sorong dan seluruh Indonesia harus mempunyai hak pilih yang sama pada pemilu 17 April 2019 untuk menentukan hak pilihnya.Jangan jadi golongan putih (golput). Pasalnya, tidak memilih pun presiden dan anggota DPR, DPD dan DPR RI itu tetap ada di legislatif dan Eksekutif. Namun itu bukan solusi terbaik.

Jadi, “mari kita gunakan hak pilih kita dgn baik datanglah ke TPS setempat gunakan lah hak pilih kita dgn sikap penuh optimisme saatnya kita membuat perubahan untuk memberikan suara kita pada pemilihan umum 2019 bukan diam dan tidak memilih alias golput”, ajak Apriyanto A. Rasyid di depan taman Bandara Deo Sorong, Selasa (9/4).

Namun, sebenarnya golput tidak satu macam. Ada setidaknya dua jenis golput jika dilihat dari latar belakangnya. Kedua jenis golput tersebut juga memiliki makna politik yang berbeda, meski sama-sama disebut golput.

Sumber lain mengatakan tolak golput model apa pun. Pertama, Golput karena persoalan teknis. Misalnya, pemilih tidak bisa hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) karena sesuatu hal, termasuk memilih berlibur karena hari pemilu dinyatakan sebagai libur nasional.

Golput teknis lebih karena faktor persoalan apatisme politik. Mereka tidak mau ikut pusing dalam persoalan publik, termasuk politik yang sesungguhnya mempunyai dampak besar dalam urusan publik.

Kedua, golput yang dilakukan dengan kesadaran karena pemilik hak pilih menilai tidak ada kontestan yang pantas untuk diberi mandat.

Karena tidak ada kandidat yang layak, sikap politik golput dipilih sebagai protes terhadap pilihan kontestan yang terbatas.

Golput semacam ini kerap disebut golput ideologis, karena memiliki argumentasi yang kuat dan masuk akal.

Alasan golput ideologis bukan karena apatisme, melainkan karena kesadaran politik. Karena itu, hak politiknya untuk tidak memilih digunakan sebagai bentuk protes politik.

Tentu, penyebab golput ideologis bukan semata karena faktor kandidat yang dinilai tidak layak dan ideal untuk diberikan mandat, melainkan juga karena sistem politik kita yang membelenggu sehingga menutup kemungkinan tokoh alternatif untuk tampil dalam kontestasi.

Jadi apa pun istilah golput, “Kami menolak golput dan meminta kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menggunakan haknya menentukan mada depan bangsa Indonesia”, harap Mahasiswa Solidaritas Peduli Demokrasi. (T.Girsang/Soter/IWO)

Berikan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini