Memori Terlupakan Sepanjang Sejarah Papua: “Presiden ke Presiden, Tetap Melanjutkan Penindasan Bagi Orang Asli Papua”

294
RD. Izaak Bame: Seruan Kemanusiaan kepada Pejuang Papua Merdeka dan Saran kepada Presiden RI
RD. Izaak Bame: Seruan Kemanusiaan kepada Pejuang Papua Merdeka dan Saran kepada Presiden RI
- Iklan Berita 1 -

PAPUA BARAT DAYA, Monitorpapua.com .- Memori Terlupakan Sepanjang Sejarah Papua. Pergantian Presiden ke Presiden berikutnya, tetap melanjutkan penindasan bagi Orang Asli Papua (OAP), benarkah demikian? Dimanakah hatinurani Pemimpin Bangsa ini?

Redaksi menerima tulisan dari RD. Izaak Bame, Pemerhati Rakyat Kecil Orang Asli Papua yang mengalami penidasan di Negeri Leluhurnya menulis artikel dengan judul “Presiden ke Presiden tetap melanjutkan Penindasan Bagi Orang Asli Papua” (Minggu, 16/2/2025). Mengapa demikian? Simak tulisan berikut ini.

Setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto, mantan Anggota Kopasus yang tugas utamanya tidak lain adalah ‘membunuh’ Manusia Papua dan Timor Timur, yang bersemangat Idiologi dengan Bangsa Indonesia. Pada pemilihan serentak 14 Februari 2024, Prabowo Subianto meraih suara terbanyak dari seluruh Rakyat Indonesia tidak ketinggalan Masyarakat Asli Papua atau yang selama ini disebut OAP alias Orang Asli Papua. Rupanya Orang Asli Papua sepertinya melupakan kasus-kasus pembunuhan yang terjadi di luar hukum oleh TNI sewaktu Prabowo sebagai pemegang perintah pada saat masih aktif sebagai Anggota TNI terutama di Kopasus.

Kasus yang memilukan adalah Kasus Mapenduma 1996 dan Kasus Timika berdarah 1997. Hampir lima (5) bulan sebagai Presiden  dalam kepemimpinannya yang belum satu (1) tahun Orang Asli Papua sudah tidak ada harapan hidup di atas tanah leluhurnya  sendiri. Bagi saya sendiri heran karena memang sejak awal perebutan tanah Papua ke Indonesia oleh Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama itu telah membuat niat bahwa perbuatan Irian Barat dari tangan Belanda bukan karena Manusia-Masyarakat tetapi karena kekayaan alam.

Hal ini terbukti dari berapa hal yang terjadi:

Pertama, Pengiriman atau pendrop TNI besar-besaran di Irian Barat pada tahun 1962 sampai sekarang. Dari sisi aturan sebenarnya Pemerintah Republik Indonesia tidak boleh melakukan aktivitas apa pun di wilayah Irian Barat sebelum dilaksanakan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) Irian Barat 1969.

Kedua, Presiden Soeharto menanda tangani “Kontrak Freport Tembagapura Timika” dengan perusahan raksasa Amerika Serikat Micmoran 1967 sebelum Pepera dilaksanakan, menurut hukum Internasional ketika itu Irian Barat belum masuk ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketiga, Pelaksanaan Pepera tidak sesuai dengan petunjuk PBB yaitu satu orang satu suara. Namun Indonesia memakai cara mengumpulkan perwakilan sebanyak 1025 orang, dengan tekanan TNI yang amat besar, bahkan tidak mendengarkan pendapat dari utusan PBB tuan Ortison.

Keempat, Setelah PEPERA 1969, Presiden Soeharto memprogramkan Transmingrasi dari tahun 1970 atau 1971 sampai tahun 2000, dengan jumlah Transmingrasi yang begitu banyak mencaplok tanah-tanah Orang Asli Papua tanpa pergantian rugi satu rupiah pun tidak. Program Transmigrasi didukung oleh Militer hampir seluruh lokasi Transmigrasi dijaga oleh TNI. Cara-cara ini membuat Orang Asli Papua yang mengerti melawan dengan membentuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1965 oleh Fery Awom dan teman-teman dan kelompok itu ada sampai sekarang. Presiden ke Presiden tidak membawa sebuah harapan bagi Orang Asli Papua dan Orang Asli Papua setiap hari ratapi Kematian karena program Pemerintah Indonesia. (*/IB)

Berikan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini