Sikap 11 LSM : Hentikan Deforestasi dan Segerakan Hutan Adat Papua

150
- Iklan Berita 1 -

PAPUA, Monitorpapua.com – KOALISI INDONESIA MEMANTAU mendesak pemerintah menghentikan deforestasi di Papua dan menyegerakan perwujudan hutan adat di Papua.

Hal ini disampaikan 11 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui konferensi pers yang diterima media www.monitorpapua.com peluncuran laporan berjudul Menatap ke Timur – deforestasi dan pelepasan kawasan hutan di Tanah Papua, Selasa, 10 Februari 2021.

Data Koalisi Indonesia Memantau yakni Forest Watc Indonesia, Gemapala Fakfak, Perkumpulan Jaringan Kerja Rakyat (Jerat), Walhi Papua, SKP Keuskupan Merauke, Mnukar Papua, Papua Forest Watch, PBHKP Sorong, Gerakan Masyarakat Papua Lestari (Gemapala), Aman Sorong Raya, SKPKC Fransiskan Papua menunjukkan bahwa deforestasi Indonesia mengarah ke Indonesia Timur.

Meski deforestasi nasional menurun sejak 2016, namun deforestasi di provinsi-provinsi kaya hutan masih tetap tinggi, sebagaimana terlihat di 10 provinsi pemilik 80% tutupan hutan alam Indonesia: (secara berurut) Provinsi Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Aceh, Maluku, dan Maluku Utara.

Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), tempat dimana 34 juta hektare hutan alam atau 40% alam Indonesia yang luasnya 88 juta hektare, deforestasi masif terjadi. Sepanjang dua dekade terakhir, hutan alam Tanah Papua menyusut 663.443 hektare, 29% terjadi pada 2001-2010 dan 71% pada 2011-2019, dengan puncak deforestasi pada 2015 yang menghilangkan hutan alam 89.881 hektare.

Kabupaten Merauke dan Boven Digoel di bagian selatan menjadi kabupaten paling dominan mengalami deforestasi pada 2001-2019. Diikuti Kabupaten Nabire di bagian tengah, serta Teluk Bintuni, Sorong, dan Fakfak di bagian barat. Hasil analisis juga menunjukkan adanya pergeseran episentrum deforestasi di Tanah Papua dalam dua dekade terakhir: deforestasi 2001-2010 didominasi Kabupaten Boven Digoel, Teluk Bintuni, Kaimana, Mimika, dan Sorong,

Sementara pada 2011-2019, selain Boven Digoel, Merauke, Keerom, Nabire, dan Fakfak
muncul sebagai daftar baru wilayah dominan deforestasi. Menimbang dinamika politik,
terutama pemekaran, dan perizinan dan program pembangunan, tidak tertutup kemungkinan perpindahan episentrum deforestasi pada masa mendatang ke kabupaten kaya hutan lainnya,
seperti Kabupaten Maybrat, Tambraw, Mamberamo Raya.

Salah satu penyumbang signifikan deforestasi di Tanah Papua adalah pelepasan kawasan
hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Sebanyak 72 surat keputusan pelepasan
kawasan hutan (PKH) di Tanah Papua diterbitkan menteri kehutanan pada rentang 1992 – 2019, seluruhnya seluas 1.569.702 hektare. Sektor pertanian menjadi tujuan utama pelepasan, yakni seluas 1.461.557 hektare.

Pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah tujuan utama pelepasan kawasan hutan untuk sektor pertanian, yakni seluas 1.308.607 hektare, atau 84% dari total pelepasan kawasan hutan di Tanah Papua.
Pengecekan melalui citra satelit menemukan seluas 1.292.497 hektare (82%) area pelepasan untuk sawit tersebut bertutupan hutan alam saat dilepaskan. Hingga 2019 area pelepasan untuk sawit tersebut telah mengalami deforestasi seluas 145.595 hektare, atau hampir sepertiga dari total deforestasi di Tanah Papua. Masih terdapat tutupan hutan alam seluas 1.145.902 hektare pada seluruh area pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan kebun sawit.

Ini menunjukan potensi lonjakan deforestasi di Tanah Papua dalam beberapa tahun ke
depan sangat besar atau hampir dua kali luas deforestasi sepanjang dua dekade terakhir.
Patut dicatat bahwa seluruh pelepasan kawasan hutan ini diberikan kepada korporasi. Tidak ada satu pun yang diberikan ke masyarakat adat/lokal.

Sementara, di Tanah Papua yang eksistensi adat sedemikian menonjol justru pemerintah tak kunjung mengejawantahkan hutan adat di pulau ini. Oleh karena itu, Koalisi Indonesia Memantau mendesak Pemerintah Indonesia agar segera:

1. Melindungi hutan alam tersisa di Tanah Papua, termasuk di dalam konsesi
2. Mewujudnyatakan hutan adat di Tanah Papua
3. Evaluasi izin-izin eksisting dan memperkuat instrumen perizinan ke depan agar tidak merampas wilayah kelola masyarakat adat/lokal di Tanah Papua
4. Memperkuat instrumen pemekaran wilayah agar tidak menjadi pemicu deforestasi. (Rlis/MP)

Berikan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini