SORONG, Monitorpapua.com – Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya menggelar demonstrasi terkait penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang diinisiasi oleh Komisi I DPR RI Periode 2019-2024 di Kota Sorong.
Demonstrasi tersebut diikuti oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) hingga perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan wartawan IWO.
Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya Safwan Ashari mengatakan, draf RUU Penyiaran tersebut dinilai berpotensi membawa malapetaka dan mengancam kebebasan pers di Papua Barat Daya.
RUU Penyiaran tersebut justru akan menambah deretan masalah deretan masalah tata kelola media penyiaran serta mengekang kebebasan pers.
Massa aksi yang terdiri seluruh media massa di Papua Barat Daya ini dari Taman Sorong City dan terpusat di Kantor DPRD Kota Sorong sekaligus melakukan penandatanganan petisi penolakan terhadap RUU Penyiaran.
“RUU Penyiaran yang ada saat ini berpotensi merugikan masyarakat luas termasuk jurnalis, sehingga harus ditolak pengesahannya,” ujar Safwan.
Apalagi, RUU yang dibahas dalam masa transisi pemerintahan, yakni kurang dari enam bulan di ujung masa anggota DPR RI periode 2019-2024 dan tidak melibatkan banyak pihak termasuk pilar keempat demokrasi di Indonesia.
“Terus terang kami tolak RUU Penyiaran sebab di dalamnya seperti pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” jelasnya.
“Kita harus tahu bahwa investigasi adalah liputan yang paling mahal dan dapat membantu penegak hukum.”
Apabila DPR RI tetap memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU dan mengesahkan menjadi UU, hal itu jelas tidak sesuai dengan etika hukum sebab tidak melibatkan publik termasuk pers.
“Kalau memang DPR dan pemerintah tetap bersikeras mengesahkan RUU menjadi UU Penyiaran tanpa prosedur yang jelas maka sudah barang tentu keputusan itu tidak sah,” tegasnya.
Koordinator Advokasi AJI di Papua Barat dan Papua Barat Daya itu mengatakan, dalam sebuah negara yang demokratis, ketika legislatif dan kepala negara maupun kepala pemerintahan baru telah terpilih, maka pemerintahan yang eksisting tidak akan membuat keputusan baru dan strategis.
Selain itu, Maichel Perwakilan IJTI Papua Barat dan Papua Barat Daya ikut perihatin atas rencana DPR merevisi UU Penyiaran yang akan mengekang pers saat liputan investigasi.
“Liputan investigasi adalah liputan yang sangat mahal dilakukan oleh kami sebagai pilar keempat demokrasi,” jelasnya.
Tak hanya itu, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat Daya, Fauzia dalam menyampaikan aspirasi menegaskan bahwa RUU Penyiaran harus ditolak karena hanya akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung. Apalagi untuk dialihkan ke KPI maka pers tidak miliki Nilai independen lagi.
“Mereka maunya apa, itu hanya untuk melindungi kepentingan oknum-oknum tidak bertanggung jawab ke depannya. Kami jelas menolak dengan tegas RUU Penyiaran karena akan membatasi dan mengkerdilkan sistem demokrasi, terlebih kebebasan pers di negeri ini,” tegasnya.
Selain itu, Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal saat bertemu massa aksi berjanji, perihal aspirasi yang disampaikan oleh Jurnalis Papua Barat Daya akan ditindaklanjuti secara berjenjang hingga ke pusat.
“Kita hadir untuk rakyat sesuai dengan amanat Undang-undang maka tentu akan kami bawa aspirasi ini ke DPR RI hingga ke pemerintah pusat,” katanya.(Stevi Fun)