
FILIPINA, Monitorpapua.com – Saya sebagai orang Melanesia sangat kagum dan juga memiliki pertanyaan eksistensial tentang realitas hidup orang Filipina. Kekaguman saya pada realitas kehidupan orang Filipina ialah,
Pertama, orang – orang Filipina baik kaya raya maupun miskin memiliki iman yang kokoh dan kuat akan Allah Tritunggal yang Mahakudus.
Setiap hari mereka selalu ke gereja – gereja Katolik untuk mengikuti misa dan berdevosi ke pada Bunda Maria serta Santo Santa.
Kebiasaan dan ketekunan dalam menghidupkan dan menghayati Iman Katolik ini saya lihat dan ikuti di negara Filipina, yang masyarakatnya mayoritas Katolik.
Salah satu contoh setiap hari ratusan dan bahkan ribuan umat Katolik mengunjungi Basilica Santo Nino di Cebu. Mereka datang bukan hanya untuk berbaris sangat panjang untuk melihat, berdoa, dan menyembah Santo Nino, tetapi juga untuk melihat museum Santo Agustinus di dalam Basilica Santo Nino.
Oleh karena itu, Basilica Santo Nino menjadi ikon di seluruh Filipina. Selain itu, saya juga kagum melihat sopir -sopir mobil, bus, taksi, jip, Dan truk yang mengantungkan rosario di dekat stir mereka.
Adakalanya sambil membawa kendaraan mereka berdoa rosario. Pada pinggiran jalan -jalan juga terlihat gua -gua Maria dan patung -patung Santo -Santa. Kedua, saya secara pribadi juga kagum kepada mentalitas orang – orang Filipina yang ramah, sopan, dan bersahabat dalam menyapa orang dari negara lain. Sapaan mereka kepada orang yang mereka jumpai adalah salamat po dan salamat kuya. Mereka juga menerima tamu dengan baik.
Ketiga, kekaguman saya juga ketika melihat orang -orang Filipina antri untuk naik kendaraan umum, walaupun berbaris sangat panjang dan menunggu cukup lama, mereka tetap dalam keadaan tenang dan sabar alias tidak bersunggut -sunggut.
Saya kira budaya ini sangat baik bagi kita di Indonesia. Keempat, saya juga terinspirasi dengan perjuangan biarawan OSA Filipina dalam mengembangkan pendidikan dari tingkat TK sampai perguruan Tinggi. Mereka berjuang dengan sangat luar biasa dalam menyiapkan kader -kader pengajar, kader -kader yang bekerja di sekretariat, dan menyiapkan gedung -gedung sekolah serta berbagai fasilitas pendukung yang bagi saya sungguh sangat luar biasa.
Mereka berjuang dengan penuh dedikasi dan komitmen yang tinggi dalam memajukan pendidikan Di Filipina. Kelima, dibalik semua kekaguman saya, ada pula sebuah pertanyaan eksistensial: mengapa di pinggiran jalan Filipina masih ada orang – orang yang tidak punya rumah, para pengemis, dan anak jalanan.
Suatu kali pertanyaan ini saya tanyakan dalam suatu pertemuan dan perjalanan pada wilayah Cebu kepada seorang Filipina, dan ia mengatakan kepada saya that is reality and not only Catholic Church help them but also the government should be help them. Dari jawaban itu saya mengerti bahwa semua pihak wajib membantu setiap orang yang berkekurangan dan menderita dalam kehidupan. (P. H. Lobya)