SORONG, Monitorpapua.com – Misa Inkulturasi Suku Kei di Paroki Santo Yohanes Pembaptis berlangsung meriah dan sakral. Betapa tidak, lantunan musik yang dipersembahkan oleh sang organis Gabriel Yanyaan dan bersama koorsponsor Etnis dilatih Jemmi Jamlean, tarian Kei yang dilatih Dewi Rahangiar dan Rita Kadmaerubun masuk dalam liturgi Gereja Katolik bernuansa misa inkulturasi suku Kei, tentu ini memberikan petunjuk kepada umat Katolik untuk terus memuji kebesaran Allah. Tentu, Inkulturasi adalah sebuah istilah yang digunakan di dalam paham Kristiani, terutama dalam Gereja Katolik Roma, yang merujuk pada adaptasi dari ajaran-ajaran Gereja pada saat diajukan pada kebudayaan-kebudayaan non-Kristiani, dan untuk mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan tersebut pada evolusi ajaran-ajaran gereja.
Pastor Izaak Bame, selebran utama misa Inkulturasi menghantar umat Katolik untuk menghayati pesan-pesan Sabda Tuhan pada Misa Minggu 15 September 2024. Itu menunjukkan bahwa kehidupan bersama antara umat Paroki dan suku-suku asli Papua bersama suku-suku lain bisa hidup bersama merayakan Ekaristi Kudus di Paroki Santo Yohanes Pembaptis Klasaman Kota Sorong sebagaimana paham Kristiani dan kebudayaan lain dimulai semenjak masa kerasulan Yesus sebagaimana Yesus memerintahkan murid-muridnya untuk menyebarkan ajaran-Nya ke ujung bumi (Injil Markus 28:28; 16; 15) hingga kenaikan-Nya ke surga.
Pastor Izaak Bame dalam khotbahnya mengatakan barang siapa mau mengikuti Yesus harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Yesus, Ada dua pokok pewartaan yakni pertama pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Mesias. Kedua, konsekuensi yang harus dihadapi dan dihidupi pengikut Kristus.
RD.Izaak Bame memberikan penjelasan kepada umat bahwa Mesias berarti “Yang Diurapi”. Hal ini berakar dari pemahaman orang-orang Yahudi akan datangnya seorang tokoh di masa depan. Ia datang dari Allah untuk membawa keselamatan bagi bangsa Yahudi kala itu. Dalam bahasa Yunani, Mesias diterjemahkan menjadi Kristos, Kristus, yang kita percaya dalam Kristuslah manusia diselamatkan.
Misa inkulturasi menghadirkan para penari anak-anak muda asli Kei yang telah hidup di Kota Sorong. Nama ‘Kei’ berasal dari bahasa Portugis yaitu ‘kayos’yang berarti keras. Penamaan itu dihubungkan dengan banyaknya karang-karang yang ada di sekitar Kepulauan Kei serta banyaknya jenis pepohonan yang menghasilkan kayu yang cukup keras sehingga tampak alunan musik dan tarian khas Suku Kei saat mengantar persembahan kepada Tuhan dengan alunan musik khas suku Kei mengantar semua umat menyaksikan sikap penyembahan kepada Allah. Para orangtua turut membawa persembahan berupa makanan khas suku Kei, embal, ikan, buah-buahan, dan sejenis makanan lainnya serta persembahan lainnya menuju ke Altar Tuhan.
Misa Inkulturasi dipadati ribuan umat Katolik di dalam gereja maupun di luar gereja. Ini menandakan misa inkultaris setiap bulan yang dipersembahkan 10 suku yang ada di Paroki Santo Yohanes Pembaptis terus ditingkatkan agar umat Katolik dapat menghayati nilai-nilai Injili dengan baik. Suku Kei adalah suku bangsa di Indonesia yang mendiami Kepulauan Kei di Provinsi Maluku. Masyarakat suku Kei bertutur menggunakan bahasa Kei yang berfungsi sebagai basantara bagi masyarakat di Kepulauan Kei.
(Kevin Reresi/Ren)