Direktur JPIC, Fr. Sani Lake Pengesahan RUU, Penting Hak Anak Adat di Indonesia

136
- Iklan Berita 1 -

PALANGKARAYA, Monitorpapua.com – Anak adat merupakan jaminan terpeliharanya keramahan masa depan bumi, tanah air serta kearifannya. Perlindungan anak adat
serta pendidikannya perlu ditanggapi serius semua elemen bangsa terutama negara.

Hal itu terungkap dalam serial dialog webinar yang diselenggarakan oleh kolaborasi
Lembaga Perlindungan Tunas Bangsa (LPTB-Jakarta) dan JPIC Kalimantan dengan tema
“Beragam Bentuk Pendidikan dan Pengasuhan Anak Adat di Indonesia”, Sabtu
(21/8/2021). Kegiatan itu merupakan rangkaian kegiatan dalam memeringati Hari
Masyarakat Adat Internasional beberapa waktu lalu.

Pembicara, Ketua Umum Yayasan Dayak Bersatu Putiaji Kaltim, Erika Siluq, Pengasuh dan Pendidik Anak Adat Papua Wensislaus Fatubun, juga Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), Ayu Ningsih, dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali Bidang Krama Istri dan Anak, Luh Putu Anggreini.

Direktur JPIC Fr Sani Lake saat membuka kegiatan tersebut, mengungkapkan, salah satu alat untuk melindungi dan membentuk pola pengasuhan komunitas anak adat adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat yang sudah 11 tahun lebih berproses dan tak kunjung disahkan.

“Muncul pertanyaan besar apakah kebijakan tersebut dan yang sudah ada mampu
mengakomodir perlindungan anak-anak adat sehingga perlu diperjuangan,” kata Sani Lake.

Direktur JPIC, Fr. Sani Lake menegaskan perlindungan anak adat merupakan bagian dari bentuk pewarisan tradisi dan kearifan pada sebuah bangsa, khususnya di negara dengan ragam budaya Indonesia. Kearifan yang diteruskan tersebut merupakan jaminan ramah bagi pemeliharaan planet, bumi, dan tanah air menuju masa depan yang baik.

Di Aceh, kekuatan adat dan agama sangat kental dan mampu memberikan perlindungan anak adat. Di beberapa desa atau yang disebut gampong dalam Bahasa Aceh, berhasil
membuat reusam gampong atau peraturan desa yang mengedepankan pencegahan dan
antisipasi juga peguatan lembaga adat serta peran orang tua.

“Dalam adat Aceh terdapat beberapa hak anak yang harus dipenuhi, mulai dari hak hidup,
hak memberikan nama yang baik, bahkan hak anak untuk bermain (beragam permainan,
dari yang lokal sampai modern),” kata Ayu Ningsih.

Menurut Ayu, anak yang haknya terpenuhi akan memiliki sifat positif dalam kehidupan,
belajar memberi dan menerima, hingga melatih si anak agar bisa tunduk dalam kebenaran. Sebaliknya, hak yang terabaikan akan membuat potensi anak terabaikan dan padam. “Ada
di Aceh tidak terlepas dari hukum Islam sehingga sejalan,” katanya

Sementara itu, di Kalimantan Timur, Erika menuturkan anak Dayak mewarisi filosofi rumah
panjang, si mana pun ia berada prinsip tersebut melekat. Prinsip tersebut
tertanam dalam anak adat Dayak meski hidup dalam dunia modern masih memiliki nilai-nilai adat rumah panjang, seperti toleransi, hidup berdampingan, dan sebagainya.

“Anak adat Dayak mendapatkan pola pendidikan formal dan informal, salah satunya sekolah adat. Bahkan, pendidikan adat dibentuk sejak dini melalui cerita rakyat, ritual, itu
merupakan pola mengasuh,” kata Erika.

Pola pengasuhan dan perlindungan anak adat juga terselenggara di Bali. Menurut Luh Putu Anggreini, terdapat beberapa kebijakan atau yang disebut krame yang diwariskan ke anak
anak melalui beragam cara. Saat ini pemimpin dan perwakilan dari 1.493 desa adat itu
sedang menginisiasi untuk membuat kebijakan untuk memperkuat kelembagaan
perempuan, lansia, hingga anak muda.

“Saat ini ada persoalan pernikahan anak di Bali, khusus bagi anak perempuan yang hamil di luar nikah. Adat akan langsung menikahkan mereka, yang dampaknya pada tingginya
perceraian. Ini yang sedang dibahas agar disesuaikan dengan hukum positif,” kata Lu Putu.

Segala macam ciri khas dan keberagaman kebijakan perlindungan anak adat serta bentuk
pendidikan itu perlu menjadi pertimbangan dalam mengesahkan dan pembahasan RUU
Masyarakat Hukum Adat. Anak Adat juga merupakan generasi masa depan bangsa. Maka
perlu kepastian pengasuhan serta Pendidikan yang tepat sesuai konteks budaya dan
harapan masa depan bangsa ini, Indonesia. (*/Ren/MP)

Berikan Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini